Laman

Selasa, 10 Juni 2014

Perbandingan Pemikiran Ekonomi

BAB I
PENDAHULUAN
Selama ini, mungkin kita hanya mengetahui tokoh-tokoh ekonomi dunia yang berasal dari barat saja. Memang, Negara Barat adalah poros segala macam aktivitas dan salah satunya aktivitas ekonomi. Negara-negara lain banyak yang mengadopsi teori-teori ekonomi yang berasal dari barat. Tentu saja karena barat dinilai melahirkan tokoh-tokoh ekonomi yang terkenal dengan pemikirannya yang ekstrem, seperti Adam Smith, David Ricardo, Irving Fisher, dll.
Padahal sejarah membuktikan bahwa Ilmuwan muslim adalah ilmuwan yang sangat banyak menulis masalah ekonomi. Mereka tidak saja menulis dan mengkaji ekonomi   secara normatif dalam kitab fikih, tetapi juga secara empiris dan ilmiah dengan metodologi yang sistimatis menganalisa masalah-masalah ekonomi. Salah satu intelektual muslim yang paling terkemuka dan paling banyak pemikirannya tentang ekonomi adalah  Al-Ghazali (1058-1111) Ibnu Khaldun. (1332-1406).  Al-Ghazali dan Ibnu Khaldun adalah ilmuwan muslim yang memiliki banyak pemikiran dalam berbagai bidang, seperti ekonomi, politik dan kebudayaan. Salah satu pemikiran Al-Ghazali  Ibnu Khaldun yang sangat menonjol dan amat penting untuk dibahas adalah pemikiran mereka tentang  ekonomi. Pentingnya pembahasan pemikiran Al-Ghazali dan Ibnu Khaldun tentang ekonomi karena pemikiran mereka memiliki signifikansi yang besar bagi pengembangan ekonomi Islam ke depan.
Makalah saya ini hanya membahas tentang pemikiran ekonomi dua tokoh muslim, yaitu Al-Ghazali dan Ibnu Khaldun. Teori-teori mereka tentang ekonomi dan perbandingan pemikiran antara mereka berdua yang saya uraikan dalam makalah ini.





BAB II
PEMBAHASAN
Teori
A.    Al-Ghazali
Pemikiran sosio ekonomi Al-Ghazali berakar dari sebuah konsep yang dia sebut sebagai “fungsi kesejahteraan sosial”. Dari konsep ini kemudian lahirlah istilah masalih (utilitas, manfaat) danmafasid (disutilitas, kerusakan) dalam meningktakan kesejahteraan sosial. Menurut Al-Ghazali, kesejahteraan suatu masyarakat hanya akan terwujud jika memelihara lima tujuan dasar, yaitu agama, jiwa, akal, harta, dan keturunan. Selain itu, Al-Ghazali melihat  perkembangan  ekonomi  sebagai  bagian dari tugas-tugas kewajiban sosial (fard alkifayah) yang sudah ditetapkan Allah : jika hal-hal ini tidak dipenuhi, kehidupan duia akan runtuh dan kemanusia akan binasa.
Namun demikian, Al-Ghazali menyadari bahwa kebutuhan-kebutuhan dasar ini demikian cenderung fleksibel mengikuti waktu dan tempat dan dapat mencakup bahkan kebutuhan-kebutuhan sosiopskologis.
Berdasarkan literatur yang membahas wawasan dan pemikiran sosio-ekonomi Al-Ghazali, dapat diidentifikasi beberapa konsep dan prinsip ekonomi spesifik. Mayoritas pembahasan Al-Ghazali mengenai berbagai persoalan ekonomi terdapat dalam kitab Ihya ‘Ulumu al-Dian. Beberapa tema ekonomi yang dapat diangkat dari pemikiran Al-Ghazali ini antara lain mencakup pertukaran sukarela dan evolusi pasar, aktivitas produksi, konsumsi, evolusi uang, serta peran negara dan keuangan publik.[1]
1). Evolusi Pasar
Al-Ghazali juga mengemukakan secara detail tentang proses terbentuknya “pasar” secara alamiah. Pasar terbentuk karena adanya dorongan untuk saling memenuhi kebutuhan. Al-Ghazali menggunakan istilah pandai besi (blacksmiths), tukang kayu (carpenters), dan petani (farmers) untuk saling bertukar kepemilikan demi memenuhi kebutuhan masing-masing. Secara alamiah akan terbentuk suatu tempat yang disebut “pasar” untuk saling bertukar jika kebutuhan masing-masing berbeda. Al-Ghazali kemudian berpendapat bahwa dengan alasan perdagangan (tukar-menukar) maka akan terjadi perpindahan barang dagangan dari satu tempat ke tempat lain. Adapun motif utama di balik aktivitas ini adalah untuk mengumpulkan modal dan keuntungan.
2). Panawaran dan Permintaan
Dalam menyajikan penjabaran tentang peranan aktivitas perdagangan dan timbulnya pasar yang harganya bergerak, Al-Ghazali menyebutkan hal demikian sangat tergantung kekuatan permintaan dan penawaran. Sepanjang tulisannya, ia berbicara mengenai “harga yang berlaku, seperti yang ditentukan oleh praktik-praktik pasar”, sebuah konsep yang kemudian dikenal sebagai al-tsaman al-adil di kalangan ilmuan muslim atau equilibrium price di kalangan ilmuwan Eropa kontemporer.
Al-Ghazali juga memperkenal teori permintaan dan penawaran melalui ilustrasi : jika petani tidak mendapatkan pembeli, ia akan menjualnya pada harga yang lebih murah, dan harga dapat diturunkan dengan menambah jumlah barang di pasar. Di samping itu, ia juga memperkenalkan elastisitas permintaan, ia mengidentifikasi permintaan produk makanan adalah inelastis, karena makanan adalah kebutuhan pokok. Oleh karena dalam perdagangan makanan motif mencari keuntungan yang tinggi harus diminimalisir, jika ingin mendapatkan keuntungan tinggi dari perdagangan, selayaknya dicari barang-barang yang bukan merupakan kebutuhan pokok.
Berkaitan dengan itu, Al-Ghazali menunjuk pada kurva penawaran yang ber-slope positif ketika menyatakan bahwa jika petani tidak mendapatkan pembeli bagi produk-produknya, ia akan menjualnya pada harga yang sangat rendah. Pemahamannya tentang kekuatan pasar terlihat jelas ketika membicarakan harga makanan yang tinggi, ia menyatakan bahwa harga tersebut harus didorong ke bawah dengan menurunkan permintaan yang berarti menggeser kurva permintaan ke kiri.


3). Harga dan Laba
Dalam pandangan Al-Ghazali, pengurangan marjin keuntungan dengan mengurangi harga akan menyebabkan peningkatan penjualan, dan karenanya terjadi peningkatan laba. Dari sini terlihat jelas bahwa Al-Ghazali mengantongi wawasan tentang konsep elastisitas permintaan. Al-Ghazali juga nampaknya begitu mengerti tentang ‘price-inelastic’ demand. Hal ini terlihat pada anjurannya untuk tidak mengambil keuntungan yang tinggi dalam perdagangan barang-barang kebutuhan dasar manusia seperti makanan. Ia menyatakan bahwa karena laba merupakan “kelebihan”, laba tersebut pada umumnya harus dicari melalui barang-barang yang bukan merupakan kebutuhan dasar.
Berkaitan dengan hal ini, ia menyatakan bahwa laba normal seharusnya berkisar antara 5 sampai 10 persen dari harga barang. Lebih jauh, ia menekankan bahwa penjual seharusnya didorong oleh “laba” yang akan diperoleh dari pasar yang “hakiki”, yakni akhirat.
4). Evolusi Uang
Uang diciptakan untuk memfasilitasi pertukaran dalam transaksi ekonomi. Al-Ghazali sangat memahami fungsi uang sebagai alat pertukaran (medium of exchange). Tukar-menukar barang dan jasa tidak akan efektif jika hanya mengandalkan sistem barter. Di sinilah manfaat ciptaan Allah bernama Dinar dan Dirham yang memiliki nilai intrinsic dan dapat digunakan sebagai alat pertukaran. Al-Ghazali mengatakan “kepemilikan uang (dinar dan dirham) tidak bermanfaat kecuali jika digunakan sebagai alat pertukaran barang dan jasa.”[2]
Al-Ghazali menilai bahwa sistem barter memiliki kelemahan, antara lain :
·         Kurang memiliki angka penyebut yang sama (lack of common denominator)
·         Barang tidak dapat dibagi-bagi (indivisibility of goods)
·         Keharusan adanya dua keinginan yang sama (double coincidence of wants).
Selain itu, menurut Al-Ghazali, uang tidak mempunyai harga, namun dapat merefleksikan harga semua barang atau jasa. Semua barang dan jasa akan dapat dinilai atau diukur masing-masing dengan uang. Ibarat cermin, semua jenis benda yang dihadapkan pada sebuah cermin, maka cermin tersebut akan dapat memantulkan gambar benda yang ada di depannya. Demikian juga dengan uang, semua benda atau produk yang dihadapkan dengannya akan dapat dinilai berapa masing-masing harganya. Dengan demikian uang dapat digunakan sebagai satuan unit penilai semua barang dan jasa (unit of account). Uang tidak hanya berfungsi sebagai alat pertukaran tapi juga sebagai pengukur nilai (measure of value). Al-Ghazali mengingatkan supaya tidak menggunakan uang dalam praktik riba seperti dalam perkataannya:
      “jika seseorang memperdagangkan dinar dan dirham untuk mendapatkan dinar dan dirham lagi, ia menjadikan dinar dan dirham sebagai tujuannya. Hal ini berlawanan dengan fungsi dinar dan dirham. Uang tidak diciptakan untuk menghasilkan uang. Melakukan hal ini merupakan pelanggaran. Dinar dan dirham adalah alat untuk mendapatkan barang-barang lainnya. Mereka tidak dimaksudkan bagi mereka sendiri.”
5). Keuangan Publik
Al-Ghazali memberikan penjelasan yang rinci mengenai peran dan fungsi keuangan publik. Ia memperhatikan kedua sisi anggaran, baik sisi pendapatan maupun sisi pengeluaran. Ia menyarankan agar dalm memanfaatkan pendapatan negara, negara harus bersifat fleksibel yang berlandskan kesejahteraan. Ia juga mengusulkan bahwa jika pengeluaran publik bisa memberikan kebaikan sosial yang lebih banyak, penguasa dapat memumgut pajak baru. Ia mengatakan:
 ”Seseorang tidak boleh menafikan bolehnya penguasa untuk meminjam dari rakyat bila kebutuhan negara menuntutnya. Namun demikian, pertanyaannya adalah: jika penguasa tidak mengantisipasi pendapatan dalam Baitul Mal yang dapat melebihi apa yang dibutuhkan bagi tentara dan pejabat publik lainnya, maka atas dasar apa dana-dana itu dapat dipinjam?
Penggambaran fungsional dari pengeluaran publik yang direkomendasikan al-Ghazali bersifat agak luas dan longgar, yakni penegakan keadilan sosio-ekonomi, keamanan dan stabilitas negara, serta pengembangan suatu masyarakat yang makmur. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa Al-Ghazali mengakui ”konsumsi bersama” dan aspek spill-over dari barang-barang publik. Selain dari apa yang telah diutarakan mengenai bagaimana menciptakan kondisi-kondisi tersebut, dapat dikatakan walaupun memilih pembagian sukarela sebagai suatu cara untuk meningkatkan keadilan sosio-ekonomi, Al-Ghazali membolehkan intervensi negara pilihan bila perlu, untuk mengeliminasi kemiskinan dan kesukaran yang meluas.
Ibnu Khaldun
Ibnu Khaldun adalah raksasa intelektual paling terkemuka di dunia. Ia bukan saja Bapak sosiologi tetapi juga Bapak ilmu Ekonomi, karena banyak teori ekonominya yang jauh mendahului Adam Smith dan Ricardo. Artinya, ia  lebih dari tiga abad mendahului para pemikir Barat modern tersebut.  Muhammad Hilmi Murad  telah menulis sebuah karya ilmiah berjudul Abul Iqtishad : Ibnu Khaldun. Artinya Bapak Ekonomi : Ibnu Khaldun. Dalam tulisan tersebut Ibnu Khaldun dibuktikannya secara ilmiah sebagai penggagas pertama ilmu ekonomi secara empiris. Tulisan ini menurut Zainab Al-Khudairi, disampaikannya  pada Simposium tentang Ibnu Khaldun di Mesir 1978.
Sebelum Ibnu Khaldun, kajian-kajian ekonomi di dunia Barat masih bersifat normatif, adakalanya dikaji dari perspektif  hukum, moral  dan adapula dari perspektif filsafat. Karya-karya tentang ekonomi oleh para imuwan Barat, seperti ilmuwan Yunani dan zaman Scholastic bercorak tidak ilmiah, karena pemikir zaman pertengahan tersebut memasukkan kajian ekonomi dalam kajian moral dan hukum.
Ibn Khaldun membahas aneka ragam masalah ekonomi yang luas, termasuk ajaran tentang tata nilai, pembagian kerja, sistem harga, hukum penawaran dan permintaan, konsumsi dan produksi, uang, pembentukan modal, pertumbuhan penduduk, makro ekonomi dari pajak dan pengeluaran publik, daur perdagangan, pertanian, indusrtri dan perdagangan, hak milik dan kemakmuran, dan sebagainya. Ia juga membahas berbagai tahapan yang dilewati masyarakat dalam perkembangan ekonominya. Kita juga menemukan paham dasar yang menjelma dalam kurva penawaran tenaga kerja yang kemiringannya berjenjang mundur.[3]
Ibn Khaldun telah  menemukan sejumlah besar ide dan pemikiran ekonomi fundamental, beberapa abad sebelum kelahiran ”resminya” (di Eropa). Ia  menemukan keutamaan dan kebutuhan suatu pembagian kerja sebelum ditemukan Smith dan prinsip tentang nilai kerja sebelum Ricardo. Ia telah mengolah suatu teori tentang kependudukan sebelum Malthus dan mendesak akan peranan negara di dalam perekonomian sebelum Keynes. Bahkan lebih dari itu, Ibn Khaldun telah menggunakan konsepsi-konsepsi ini untuk  membangun suatu sistem dinamis yang mudah dipahami di mana mekanisme ekonomi telah mengarahkan kegiatan ekonomi kepada fluktuasi jangka panjang.
Oleh karena besarnya sumbangan Ibnu Khaldun dalam pemikiran ekonomi, maka Boulakia mengatakan, “Sangat bisa dipertanggung jawabkan jika kita menyebut Ibnu Khaldun sebagai salah seorang Bapak ilmu ekonomi. Shiddiqi juga menyimpulkan bahwa Ibn Khaldun secara tepat dapat disebut sebagai ahli ekonomi Islam terbesar.
Urgensi ekonomi
Ibn Khaldun berpendapat bahwa antara satu fenomena sosial dengan fenomena lainnya saling berkaitan. Fenomena-fenomena ekonomis, memainkan peran penting dalam perkembangan kebudayaan, dan mempunyai dampak yang besar atas eksistensi negara (daulah) dan perkembangannya.
Keterkaitan Ekonomi dan Politik
pemikiran-pemikiran Ibnu Khaldun tentang ekonomi, perlu dibentangkan di sini pemikiran Ibnu Khaldun tentang keterkaiatan ekonomi dengan politik (negara) dan aspek-aspek lainnya. Pemikiran Ibnu Khaldun dalam hal ini dapat dilihat dalam gambar di bawah ini : 
Di mana :
•          G  = Government (pemerintah) = الملك
•          S  = Syari’ah = الشريعة
•          W = Wealth (kekayaan/ekonomi) =الأموال
•          N  = Nation (masyarakat/rakyat)= الرجال
•          D   = development (pembangunan) = عمارة
•          J   = Justice (Keadilan) =  العدل

Gambar tersebut dibaca sebagai berikut :
a.      Pemerintah (G) tidak dapat diwujudkan kecuali dengan
         implementasi Syari’ah (S)
b.     Syari’ah (S) tidak dapat diwujudkan kecuali oleh pemerintah/penguasa (G)
c.      Pemerintah (G) tidak dapat memperoleh kekuasaan kecuali oleh masyarakat (N)
d.      Pemerintah G) yang kokoh tidak terwujud tanpa ekonomi (W) yang tangguh
e.      Masyarakat (N) tidak dapat terwujud kecuali dengan ekonomi/kekayaan (W)
f.      Kekayaan (W) tidak dapat diperoleh kecuali dengan pembangunan (D)
g.  Pembangunan  (D) tidak dapat dicapai kecuali dengan keadilan (J)
h.   Penguasa/pemerintah (G) bertanggung jawab mewujudkan keadilan (J)
i.   Keadilan (J) merupakan mizan yang akan dievaluasi oleh Allah 
Formulasi Ibnu Khaldun menunjukkan gabungan dan hubungan  variabel-variabel yang menjadi prasyarat mewujudkan sebuah negara (G). Variabel tersebut adalah  syari’ah (S), masyarakat (N),  kekayaan (W), pembangunan (D) dan keadilan (J)
Semua variabel tersebut bekerja dalam sebuah lingkaran yang dinamis saling tergantung dan saling mempengaruhi. Masing-masing variabel tersebut menjadi faktor yang menentukan kemajuan suatu peradaban atau kemunduran dan keruntuhannya. Keunikan konsep Ibnu Khaldun ini adalah tidak ada asumsi yang dianggap tetap (cateris  paribus)sebagaimana yang diajarkan dalam ekonomi konvensional saat ini. Karena memang tidak ada variabel yang tetap (konstan) . Satu variabel bisa menjadi pemicu, sedangkan variabel  yang lain dapat bereaksi  ataupun tidak dalam arah yang sama. Karena kegagalan di suatu variabel tidak secara otomotis menyebar dan menimbulkan dampak mundur, tetapi  bisa diperbaiki. Bila variabel yang rusak ini bisa diperbaiki, maka arah bisa berubah menuju kemajuan kembali. Sebaliknya, jika tidak bisa diperbaiki, maka arah perputaran lingkaran menjadi melawan jarum jam, yaitu menuju kemunduran..Namun bila variabel lain memberikan reaksi yang sama atas reaksi pemicu, maka kegagalan itu akan membutuhkan waktu lama untuk diidentifikasi penyebab dan akibatnya.
Pembagian Kerja (Division of Labour)
Dalam kedudukannya sebagai individu, manusia diciptakan dalam keadaan lemah dan membutuhkan bantuan orang lain (ta’awun). Manusia bisa menjadi kuat apabila  melebur diri  dalam masyarakat. Kesadaran tentang  kelemahan tersebut   mendorong manusia untuk bekerjasama dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. “Kesanggupan seseorang untuk mendapatkan makanannya sendiri, tidak cukup baginya untuk mempertahankan hidupnya, karena kebutuhannya bukan sekedar makanan. Bahkan untuk mendapatkan sedikit makanan pun, misalnya kebutuhan gandum untuk makan satu hari saja, manusia membutuhkan orang lain. Pembuatan gandum, jelas membutuhkan berbagai pekerjaan (menggiling, mengaduk dan memasak). Tiap-tiap pekerjaan tersebut membutuhkan alat-alat yang mengharuskan adanya tukang kayu, tukang besi, tukang membuat periuk dan tukang-tukang lainnya. Andaikan pun misalnya, ia bisa makan gandum dengan tidak usah digiling lebih dahulu, ia tetap membutuhkan pekerjaan orang lain, sebab ia baru bisa mendapatkan gandum yang belum digiling itu setelah dilakukan berbagai pekerjaan, seperti menanam, menuai dan memisahkan gandum itu dari tangkainya. Bukankah semua proses ini membutuhkan banyak alat dan pekerjaan.
Jadi,  mustahil bagi seseorang untuk  melakukan semua atau sebagian pekerjaan-pekerjaan tersebut. Karena itu merupakan keharusan baginya untuk mensinergikan (ta’awun)  pekerjaannya dengan pekerjaan orang lain. Manusia membutuhkan kerjasama ekonomi. Dengan kerja sama dan tolong-menolong dapat dihasilkan bahan makanan yang cukup untuk waktu yang lebih panjang dan jumlah yang lebih banyak.” Untuk itu diperlukan adanya pembagaian kerja (division of labour) antara individu dalam masyarakat, karena manusia tidak bisa  memenuhi kebutuhannya sendiri, pasti tergantung pada orang lain.
Menurut Ibn Khaldun ada tiga kategori utama dalam kerja:
·         pertanian,
·         perdagangan dan berbagai kegiatan lainnya.
·         Perdagangan
Selanjutnya Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa para petani menghasilkan hasil pertanian lebih banyak dari yang mereka butuhkan. Karena itu  mereka menukarkan kelebihan produksi mereka dengan produk-produk lain yang mereka perlukan. Dari sinilah timbul perdagangan (tijarah). Jadi, pekerjaan perdagangan ini secara kronologis timbul setelah adanya produksi pertanian Seperti telah dikemukan, perdagangan adalah upaya memproduktifkan  modal yaitu dengan membeli barang-barang dan berusaha menjualnya dengan harga yang lebih tinggi. Ini dijalankan, baik dengan menunggu meningkatnya harga pasar atau dengan membawa (menjual) barang-barang itu ke tempat yang lebih membutuhkan, sehingga akan didapat harga yang lebih tinggi, atau kemungkinan lain dengan menjual barang-barang itu atas dasar kredit jangka panjang.
Selanjutnya Ibnu Khaldun, mengatakan bahwa laba perdangangan yang diperoleh  pedagang akan kecil bila modalnya kecil. Tetapi bilamana kapital besar maka laba tipis pun akan merupakan keuntungan yang besar”. Perdagangan menurutnya  adalah “pembelian dengan harga murah dan penjualan dengan harga mahal”. Pekerjaan pedagang ini, menurut Ibn Khaldun, memerlukan prilaku tertentu bagi pelakunya, seperti  keramahan dan  pembujukan. Namun para pedagang sering kali melakukan kebiasaan mengelak dari jawaban yang sebenarnya (dusta), dan pertengkaran”, karena itu para pedagang selalu mengadukan persoalan sengketa perdagangan kepada hakim 
Ibnu Khaldun juga mengkritik para pejabat dan penguasa yang melakukan perdagangan. Hal ini agaknya dimaksudkan Ibnu Khaldun agar para penguasa bisa berlaku fair terhadap para pedagang. Point ini menjadi penting diterapkan pada masa kini, agar tidak terjadi monopoli proyek oleh penguasa yang pengusaha.
Perindustrian
Perindustrian, menduduki peringkat budaya yang  tinggi dan lebih kompleks ketimbang pertanian dan perdagangan. Perindustrian umumnya terdapat pada kawasan-kawasan perkotaan di mana penduduknya lebih mencapai peringkat kebudaan yang lebih maju. “Di kota-kota kecil jarang terdapat industri-industri  kecuali industri yang sederhana. Apabila peradaban (civilization) semakin meningkat dan kemewahan semakin meluas, maka industri benar-benar akan tumbuh dan berkembang dengan nyata”.Jadi, setiap kali peradaban semakin meningkat maka semakin berkembanglah industri, karena antara keduanya terjalin hubungan yang erat. Industri-industri yang  kompleks dan beraneka ragam itu membutuhkan banyak pengetahuan, skills, latihan dan pengalaman. Oleh karena itu individu-individu yang bergerak di bidang ini harus memiliki spesialisasi. Menurut Ibn Khaldun kegiatan perindustrian ini membutuhkan bakat praktis dan ilmu pengetahuan”.
Ibn Khaldun mengklasifikasikan industri menjadi dua, pertama, industri yang memenuhi kebutuhan manusia, baik yang primer  maupun yang skunder, dan kedua industri yang khusus bergerak di bidang ide/pemikiran, seperti “penulisan naskah buku-buku, penjilidan buku, profesi sebagai penyanyi, penyusunan puisi, pengajaran ilmu, dan lain-lain sebagainya”. Ibn Khaldun juga memasukkan profesi tentara dalam klasifikasi yang terakhir ini.
Spesialisasi di bidang industri tidak hanya bergerak secara individual, tapi juga bercorak regional atau dengan kata lain ada kawasan tertentu yang memiliki keahlian dalam suatu bidang industri sementara  kawasana lainnya memiliki keahlian dalam industri lainnya sesuai dengan kesiapan masing-masing kawasan.
Teori harga dan Hukum Supply and Demand
Ibnu Khaldun ternyata telah merumuskan teori harga jauh sebelum ekonom Barat modern merumsukannya. Sebagaimana disebut di awal Ibnu Khaldun telah mendahului Adam Smith, Keyneys, Ricardo dan Malthus. Inilah fakta sejarah yang tak terbantahkan.Ibnu Khaldun, dalam bukunya Al-Muqaddimah menulis secara khusus satu bab bab yang berjudul “Harga-harga di Kota”. Menurutnya bila suatu kota berkembang dan populasinya bertambah banyak, rakyatnya semakin makmur, maka permintaan (supply) terhadap barang-barang semakin meningkat, akibatnya harga menjadi naik. Dalam hal ini Ibnu Khaldun menulis:
اان المصر اذا كان مستبحرا موفور العمران كثير حاجة الترف توافرت حينئذ  الدواعى على طلب تلك المرافق والاستكثار منها . كل بحسب حاله  فيقصر الموجود منها  على الحاجة قصورا بالغا ويكثرالمستمان لها وهى قليلة في نفسها فتزدحم أهل الأغراض  ويبذل أهل الرفه والترف  أثمانها باسراف  في الغلاء  لحاجاتهم اليها أكثر من غيرهم فيقع فيها الغلاء  كما تراه
Artinya : Sesungguhnya  apabila sebuah kota telah makmur dan berkembang serta penuh dengan kemewahan, maka di situ  akan timbul permintaan (demand) yang besar terhadap barang-barang. Tiap orang membeli barang-barang mewah itu menurut kesanggupannya. Maka barang-barang menjadi kurang. Jumlah pembeli meningkat, sementara persediaan menjadi sedikit. Sedangkan orang kaya berani membayar dengan harga tinggi untuk barang itu, sebab kebutuhan mereka makin besar. Hal ini akan menyebabkan meningkatnya harga sebagaimana anda lihat.
Di sini Ibnu Khaldun telah menganalisa secara empiris tentang teori supply and demand dalam masyarakat. Dalam kalimat di atas Ibnu Khaldun secara ekspilisit  memformulasikan  tentang hukum supply dan kaitannya dengan harga. Menurutnya apabila sebuah kota berkembang pesat, mengalami kemajuan dan  penduduknya padat, maka persediaan bahan makanan pokok melimpah. Hal ini dapat diartikan penawaran meningkat yang berakibat pada murahnya harga barang pokok tersebut. Inilah makna tulisan Ibnu Khaldun.

فاذا استبحر المصر وكثر ساكنه  رخصت أسعار الضروري  من القوت

Artinya : Apabila sebuah kota berkembang pesat, penduduknya padat, maka harga-harga kebutuhan pokok (berupa makanan) menjadi murah.
Analisa supply and demand Ibnu Khaldun tersebut dalam  ilmu ekonomi modern, diteorikan  sebagai terjadinya  peningkatan disposable incomedari penduduk kota. Naiknya  disposible income (kelebihan pendapatan) dapat menaikkan marginal propersity to consume (kecendrungan marginal untuk mengkonsumsi) terhadap barang-barang mewah dari setiap penduduk kota tersebut. Hal ini menciptakan demand baru atau  peningkatan permintaan terhadap barang-barang mewah. Akibatnya  harga barang-barang mewah akan meningkat pula. Adanya kecendrungan  tersebut  karena terjadi disposable income  penduduk seiring dengan berkembangnya kota.
Inilah teori supply and demand Ibnu Khaldun. Menurutnya, supply bahan pokok di kota besar jauh lebih besar dari pada supply bahan pokok penduduk desa (kota kecil).  Penduduk kota besar memiliki supply bahan pokok yang berlimpah yang melebihi kebutuhannya sehingga harga bahan pokok di kota besar relatif lebih murah. Sementara itu, supplybahan pokok di desa relatif sedikit, karena itu orang-orang khawatir kehabisan  makanan, sehingga harganya relatif lebih mahal.
Upah buruh
Ibnu Khaldun juga telah membahas masalah upah buruh dalam perekonomian.  Ia menybut istilah buruh dengan terminologi shina’ah(pekerjaan di pabrik) sebagaimana dituliskannya dalam Muqaddimah :
ان الصناعة هي ملكة في امر عملي فكري و بكونه عمليا هو جسماني محسوس والا حوال الجسمانية المحسوسة فنقلها بالمباشرة
Pekerjaan (di pabrik/perusahaan) adalah kemampuan  praktis yang berhubungan dengan keahlian (skills). Dikatakan keahlian praktis karena berkaitan dengan kerja fisik material, di mana seorang buruh secara langsung bekerja secara indrawi. Dalam terminologi ekonomi modern, shina’ah  tersebut dikenal dengan istilah employment (ketenaga kerjaan). Orang yang melaukannya disebut employee atau labour (tenaga kerja atau buruh ).
Keungan public
Jelas menekankan pentingnya peranan perusahaan swastadan negara dalam pembangunan ekonomi, baginya negara juga faktor penting dalamproduksi. Melalui pembelanjaannya, negara mampu meningkatkan produksi danmelalui pajaknya mampu melemahkan produksi. Karena pemerintah membangunpasar terbesar untuk barang dan jasa yang merupakan sumber utama bagi semuapembangunan, penurunan dalam belanja negara tidak hanya menyebabkan kegiatanusaha menjadi sepi dan menurunnya keuntungan, tetapi juga mengakibatkanpenurunan dalam penerimaan pajak. Semakin besar belanja pemerintah, kemungkinansemakin baik bagi perekonomian.[4]





BAB III
ANALISIS

Persamaan pemikran Al-Ghazali dan Ibnu Khaldun
Dalam  Teori keuangan public dan perpajakan, Al-Ghazali memberikan penjelasan yang rinci mengenai peran dan fungsi keuangan publik. Ia memperhatikan kedua sisi anggaran, baik sisi pendapatan maupun sisi pengeluaran. Ia menyarankan agar dalm memanfaatkan pendapatan negara, negara harus bersifat fleksibel yang berlandskan kesejahteraan. Ia juga mengusulkan bahwa jika pengeluaran publik bisa memberikan kebaikan sosial yang lebih banyak, penguasa dapat memumgut pajak baru.Ia mengatakan:
”Seseorang tidak boleh menafikan bolehnya penguasa untuk meminjam dari rakyat bila kebutuhan negara menuntutnya. Namun demikian, pertanyaannya adalah: jika penguasa tidak mengantisipasi pendapatan dalam Baitul Mal yang dapat melebihi apa yang dibutuhkan bagi tentara dan pejabat publik lainnya, maka atas dasar apa dana-dana itu dapat dipinjam?
Penggambaran fungsional dari pengeluaran publik yang direkomendasikan al-Ghazali bersifat agak luas dan longgar, yakni penegakan keadilan sosio-ekonomi, keamanan dan stabilitas negara, serta pengembangan suatu masyarakat yang makmur. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa Al-Ghazali mengakui ”konsumsi bersama” dan aspek spill-over dari barang-barang publik. Selain dari apa yang telah diutarakan mengenai bagaimana menciptakan kondisi-kondisi tersebut, dapat dikatakan walaupun memilih pembagian sukarela sebagai suatu cara untuk meningkatkan keadilan sosio-ekonomi, Al-Ghazali membolehkan intervensi negara pilihan bila perlu, untuk mengeliminasi kemiskinan dan kesukaran yang meluas
            Sedangkan Ibnu Khaldun secara jelas menekankan pentingnya peranan perusahaan swastadan negara dalam pembangunan ekonomi, baginya negara juga faktor penting dalamproduksi. Melalui pembelanjaannya, negara mampu meningkatkan produksi danmelalui pajaknya mampu melemahkan produksi. Karena pemerintah membangunpasar terbesar untuk barang dan jasa yang merupakan sumber utama bagi semuapembangunan, penurunan dalam belanja negara tidak hanya menyebabkan kegiatanusaha menjadi sepi dan menurunnya keuntungan, tetapi juga mengakibatkanpenurunan dalam penerimaan pajak. Semakin besar belanja pemerintah, kemungkinansemakin baik bagi perekonomian. Belanja tinggi memungkinkan pemerintah untuk melakukan hal-hal yang dibutuhkan bagi penduduk dan menjamin stabilitas hukum, peraturan dan politik. Tanpa stabilitas peraturan dan politik, produsen tidak mempunyai insentif untuk memproduksi.
Perbedaan pemikran Al-Ghazali dan Ibnu Khaldu
Dari sini terlihat bahwa pemikiran ekonomi Ibnu Khaldun orientasi substanstifnya adalah ”kepada kepentingan bersama masyarakatlah yang diutamakan”. Bahkan untuk tercapainya arah dan tujuan dimaksud, Ibnu Khaldun sangat menekankan terciptanya ”efesiensi sosial”. Artinya bagaimana ekonomi negara bisa dikelola secara bersama dengan baik dan ketepatgunaan yang tinggi sehingga kemakmuran dan kesejahteraan dalam arti yang sesungguhnya.
Pemikiran sosio ekonomi Al-Ghazali berakar dari sebuah konsep yang dia sebut sebagai “fungsi kesejahteraan sosial”.[8]Dari konsep ini kemudian lahirlah istilah masalih (utilitas, manfaat) danmafasid (disutilitas, kerusakan) dalam meningktakan kesejahteraan sosial. Menurut Al-Ghazali, kesejahteraan suatu masyarakat hanya akan terwujud jika memelihara lima tujuan dasar, yaitu agama, jiwa, akal, harta, dan keturunan. Melalui kelima tujuan dasar ini, dia kemudian membagi tiga tingkatan utilitas individu dan sosial, yakni daruriat (kebutuhan), hajiat (kesenangan), dan tahsinat(kemewahan). Selain itu, Al-Ghazali melihat perkembangan ekonomi sebagai bagian dari tugas-tugas kewajiban sosial (fard al-kifayah) yang sudah ditetapkan Allah : jika hal-hal ini tidak dipenuhi, kehidupan duia akan runtuh dan kemanusia akan binasa.
Namun demikian, Al-Ghazali menyadari bahwa kebutuhan-kebutuhan dasar ini demikian cenderung fleksibel mengikuti waktu dan tempat dan dapat mencakup bahkan kebutuhan-kebutuhan sosiopskologis.



BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Ibnu khaldun kita bisa memetik bahwa jauh sebelum Adam smith dan david Ricardo mengemukakan teori ekonominya, Ibnu kholdun sudah membahas sebelumnya. Baik tentang perdagangan internasional, teori nilai dan kerja, juga pajak. Kiranya sebagai bagian dari ummat islam kita perlu mencontoh apa yang sudah menjadi pemikiran abu al iqtishad ini.
Ibnu Kholdun tidak menilai uang yang banyak merupakan standar kekayaan suatu negara. Baginya standar kekayaan Negara dilihat dari tingkat produktivitas Negara tersebut dan neraca pembayaran yang positif.  Seperti Al Ghazali melihat uang, uang tidak harus dari emas dan perak. Namun uang yang beredar harus mempunyai cadangan emas/ perak (back up) dimana pemerintah menetapkan satandar satuannya.
Sejarah mencatat bahwa banyak ekonom muslim yang memberikan kontribusi terhadap kelangsungan dan perkembangan pemikiran ekonomi pada khususnya dan peradaban dunia pada umumnya. Di antaranya adalah Al-Ghazali (1058-1111 M), dan Ibnu Khaldun (1332-1406 M). Menurut mereka bahwa mekanisme harga merupakan proses dari adu kekuatan antara penawaran dan permintaan. Namun demkian, dalam menjawab persoalan tingginya harga cabai di berbagai daerah Indonesia, mereka beranggapan bahwa harga yang terlalu tinggi merupakan sikap dharar yang merugikan, terutama bagi konsumen. Sehingga dalam hal ini pemegang kebijakan ekonomi, pemerintah untuk pro aktif dalam menyelesaikan persoalanya tingginya harga cabai ini, baik menindak pelaku distorsi pasar jika terdapat ketidakadilan, ataupun memberikan bantuan, terutama bagi petani jika faktor utama penyebab tingginya harga adalah alam, lantaran tinggi intensitas curah hujan.




DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman Azwar Karim, Ekonomi Makro Islami,  Jakarta: PT Raja Grafindo,2010 
















           
           

Rabu, 04 Juni 2014

Pengenalan Manajemen Keuangan

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pengenalan Manajemen Keuangan”. Makalah ini di susun dalam rangka memenuhi tugas kelompok mata kuliah Manajemen Keuangan Islam fakultas Syariah  jurusan Ekonomi Islam IAIN Antasari Banjarmasin.
  Kami mengucapkan terima kasih banyak pada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempunaan makalah ini.
  Semoga makalah ini memberikan informasi bagi mahasiswa dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan. Sebelum dan sesudahnya kami ucapkan terima kasih. Semoga makalah ini dapat berguna bagi kita semua, Amin ya Rabbal Alamin.

                                                                                                Banjarmasin, 9 september 2013



                                                                                                            Penyusun







DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .                    i
DAFTAR ISI. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .                      ii
BAB I
            PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .                   1
BAB II
            PEMBAHASAN       
A.    Landasan Teori. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ………… . . . . .               2
B.     Fungsi dan Tujuaan Manajemen keuangan     . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .       4       
C.     Sifat Keuangan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .    ……..         7
D.    Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .         9
E.     Aktivitas Manajemen Keuangan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .                11
F.      Perbedaan Manajemen Konvensional dan Syariah. . . . . . . . . . . .. . . . . . . . .         13
G.    Analisis. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .  . . . . . . . . . ………………... . .                   18

BAB III
            PENUTUP. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .               19
DAFTAR PUSATAKA. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .  . . . . .           20

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Manajemen keuangan merupakan suatu bidang pengetahuan yang menyenangkan sekaligus menantang. Seorang yang ahli di bidang manajemen keuangan akan mendapatkan kesempatan yang lebih luas untuk mendapatkan pekerjaan seperti: corporate finance managers, bank, real estate, perusahaan asuransi dan sector pemerintahan yang lain; yang sangat memungkinkan untuk mengembangkan karirnya. Banyak usaha baik yang berskala besar maupun kecil, apakah yang bersifat profit motif maupun nonprofit motif akan mempunyai perhatian besar di bidang keuangan. Keberhasilan ataupun kegagalan usaha hampir sebagian besar sangat ditentukan oleh kualitas keputusan keuangan. Dengan kata lain masalah yang biasa timbul dalam setiap organisasi berimplikasi terhadap bidang keuangan.
B.     Rumusan Masalah
·         Pengertian Manajemen keuangan
·         Prinsip Manajemen keuangan
·         Fungsi dan Tujuan Manajemen keuangan
·         Perbedaan Manajemen Konvensional dan Syariah 

kBAB II
PEMBAHASAN
MANAJEMEN KEUANGAN
A.    LANDASAN TEORI
1.      Konsep Dasar
·         Mencapai laba sebesar-besarnya
·         Untuk memakmurkan pemilik perusahaan  (investor, pemegang saham) tercermin dari deviden, liwiditas dan solvabitas.
·         Memaksimalkan Nilai perusahaan  (harga saham ) membayar deviden.

2.      Pengertian Manajemen Keuangan
Beberapa definisi manajemen keuangan diberikan sebagai berikut:
·         Liefman: usaha untuk menyediakan uang dan menggunakan uang untuk mendapat atau memperoleh aktiv
·         James Van Horne: segala aktivitas yang berhubungan dengan perolehan, pendanaan dan pengelolaan aktiva dengan tujuan menyeluruh.
·         Bambang Riyanto: keseluruhan aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan usaha mendapatkan dana yang diperlukan dengan biaaya yang minimal dan syarat syarat yang paling menguntungkan beserta usaha untuk menggunakan dana tersebut seefisien mungkin.


3.      Perkembangan Manajemen
Secara ringkas disiplin keuangan mengalami perkembangan dari disiplin yang deskriptif menjadi makin analitis dan teoritis. Dari yang lebih menitikberatkan dari sudut pandang pihak luar, menjadi berorientasi pengambilan keputusan bagi manajemen. Berbagai konsep, model dan teori telah dikembangkan dalam bidang keuangan, yang kemudian mendapat tempat yang sangat penting dalam keuangan perusahaan (corporative finance).[1]
Pada tahun 1920an capital budgeting dirumuskan. Model ini menjelaskan perlunya diperhatikan nilai waktu uang sewaktu melakukan keputusan investasi. Meskipun diakui bahwa penentuan tingkat bunga yang layak dalam perhitungan nilai sekarang (present value)  tidaklah mudah, konsep capital budgeting memberikan dasar bagi teori penilaian (valuation)
Pada tahun 1950an Harry Markowitz merumuskan portpalio theory,  yang kemudian dikembangkan oleh sharpe, lintner, treynor, pada tahun 1960an dengan capital asset pricing modelnya. Teori dan model tersebut berguna dalam merumuskan risiko yang relevan untuk Investasi.
Tahun 1970an muncul arbitrage pricing theory dan option pricing theory. Teori yang pertama memberikan anternatif (selain capital asset pricing model) untuk menaksir harga aktiva. Sedangkan teori yang kedua menjeleskan bagaimana suatu opsi (pilihan) ditaksir nilainya. Sama seperti teori-teori yang lain, kedua teori tersebut juga akan bicarakan terutama dalam penerapan bagi keuangan perusahaan.


B. FUNGSI DAN TUJUAN MANAJEMEN KEUANGAN
1.1 fungsi
Manajemen keuangan menyangkut kegiatan perencanaan, analisis dan pengendalian kegiatan keuangan. Mereka yang melaksanakan kegiatan tersebut sering disebut sebagai manajer keuangan. Meskipun demikian, kegiatan keuangan tidaklah terbatas dilakukan oleh mereka yang menduduki jabatan seperti Direktur Keuangan, Manajer Keuangan, Kepala Bagian Keuangan, dan sebagainya. Direktur Utama, Direktur Pemasaran, Direktor Produksi, dan sebagainya, mungkin sekali melakukan kegiatan keuangan. Sebagai misal, keputusan untuk memperluas kapasitas pabrik, menghsilkan produk baru, jelas ataupun dibicarakan dan diputuskan oleh berbagai Direktor, tidak terbatas hanya oleh Direktor Keuangan. Banyak keputusan yang harus diambil oleh manajer keuangan dan berbagai kegiatan yang harus dijalankan mereka. Meskipun demekian kegiatan-kegiatan tersebut  dapat dikelompokan menjadi dua bagian utama, yaitu kegiatan menggunakan dana dan mencari pendanaan. Dua kegiatan utama (atau fungsi) tersebut disebut sebagai fungsi keuangan.
Fungsi Menejer Keuangan, bertanggung jawab atas perencanaan, analisis, dan pengendalian operasi keuangan.
Menurut Fred Weston, perkembangan fungsi keuangan sekarang ini dipengaruhi oleh lima perubahan besar dalam lingkungan eksternal, yaitu :
  1. Perkembangan teknologi yang sangat pesat berakibat pada lebih cepatnya daur hidup dari setiap kehidupan produk.
  2. Kemampuan perusahaan memperoleh laba mengalami penurunan disbanding penjualannya (profit margin) dari hampir seluruh perusahaa.  Penurunan ini terutama terjadi pada sector industri.  Hal ini karena adanya persaingan yang semakin tajam dalam pengembangan produk
  3. Perang Dunia II yang telah menciptakan peluang-peluang bisnis yang memerlukan cara-cara pembiayaan tertentu menyebabkan pertumbuhan ekonomi terus meningkat .
  4. Banyaknya perusahaan-perusahaan berskala besar yang tumbuh memerlukan pengelolaan keuangan yang spesifik,
  5. Adanya institusionalisasi aliran tabungan dan investasi yang membutuhkan para professional di bidang investasi.
Fungsi yang mengarah likuiditas, dalam mencapai likuiditas yang cukup untuk melaksanakan aktivitas perusahaan, manajer keuangan melaksanakan tugas-tugas berikut :
1.      Meramalkan aliran kas
2.      Pemukukan dana
3.      Menglola aliran dana intern
Fungsi yang mengarah ke profitabilitas, dalam mangejar laba rugi perusahaan, manajer keuangan bisa menjadi salah satu anggota manajemen perusahaan, dengan peran memberikkan infut tertentu guna pengambilan keputusan berdasar tindakan keuangan yang dilakukannya. Dalam kaitannya dengan profitabilitas, ada beberapa fungsi berikut :
1.      Pengendalian biaya
2.      Penentuan harga
3.      Meramalkan keuntungan masa depan
4.      Mengukur biaya modal
2.2 Tujuan
Memaksimalkan nilai kekayaan para pemegang saham, nilai kekayaan dapat dilihat melalui perkembangan harga sama ( common stock) perushaan dipasar, dalam hal ini nilai saham dapat merefleksikan investasi keuangan perusahaan dan kebijakan deviden.
Oleh karena itu dalam teori-teori keuangan , variabel yang sering digunakan dalam penelitian pasar modal untuk mewakili nilai perusahaan adalah harga saham  dengan berbagai jenis indikator, antara lain : return saham,harga saham biasa, price earning ratio, dan idikator lain yang mempresentasikan harga saham biasa dan pasar modal.
Dengan demikian tujuan manajemen keuangan adalah memaksimalkan nilai kekayaan para pemegang saham yang berarti meningkatkan nilai perusahaan yang merupakan ukuran nilai objektif oleh publik dan orientasi pada kelangsungan hidup perusahaan.
Misalkan kita menanamkan dana kita (seluruhnya adalah uang kita semua, tidak ada dana pinjaman) dengan mendirikan dua toko buku. Juamlah uang yang kita tanamkan sama besarnya (misalnya Rp.500.000.000). Dua toko tersebut yang satu berada di lokasi dekat kompleks perguruan tinggi dan pemukiman, serta untuk lalu lints dan parkirnya mudah. Satunya berlokasi di daerah perdagangan yang lalu lintasnya cenderung macet dan sangat susah untuk parker. Meskipun investasi yang kita lakukan sama besarnya, kalua kedua toko tersebut akan kita jual, kemungkinan skeali harga yang akan kita jual, kemungkinan sekali harga yang bersedia dibayar oleh pembeli tidaklah sama. Apabila harga yang bersedia dibayar oleh pembeli lebih tinggi untuk toko buku yang di daerah sekitar perguruan tinggi, maka kita mengatakan bahwa nilai peruasahaan (toko buku) di daerah perguruan tinggi tersebut lebih tinggi dari perusahaan satunya.
Memaksimumkan nilai perusahaan (harga saham) tidak identic dengan memaksimiumkan harga laba per lembar (earning per share, EPS). Hal ini disebabkan karena memaksimumkan EPS mungkin memusatkan pada EPS saat ini, memaksimumkan EPS mengabaikan nilai waktu uang, dan tidak memperhatikan factor resiko. Perusahaan mungkin memperoleh EPS yang sangat tinggi pada saat ini, tetapi apabila pertumbuhannya diharapkan rendah, maka dapat saja harga sahamnya lebih rendah apabila disbandingkan dengan perusahaan yang saat ini mmempunyai EPS yang lebih kecil. Dengan demikian memaksimumkan nilai perusahaan juga tidak identic dengan memaksimumkan laba, apabila laba diartikan sebagai laba akuntansi (yang bisa diliht pada laporan laba rugi perusahaan). Sebaliknya memaksimumkan nilai perusahaan akan identic dengan memaksimumkan laba dalam pengertian ekonomi. Hal ini disebabkan karena laba ekonomi diartikan sebagai jumlah kekayaan yang bisa dikonsumsikan tanpa membuat pemilik kekayaan tersebut menjadi lebih miskin.
C  SIFAT KEUANGAN
Keuangan adalah bidang fungsional tertentu yang dijumpai dalam penjurusan administrasi bisnis (business adminstration). Istilah keuangan dapat didefinisikan sebagai manajemen aliran uang dalam suatu organisasi, baik organisasi tersebut merupakan perusahaan, sekolah, bank, rumah sakit, ataupun lembaga pemerintah. Keuangan berkaitan dengan aliran uang dan juga kewajiban pembayaran.[2]
            Sebagai salah satu ilmu bisnis, keuangan harus secara seksama dibedakan dengan akuntansi dan ekonomi.
1.      Perbedaan keuangan dari akuntansi. Akuntansi berkaitan dengan pencatatan, pelaporan, dan pengukuran transaksi bisnis Dengan menggunakan system pembukuan yang diterima umum melalui pencatatan atau pembukuan secara berpasangan, Akuntansi menyediakan data aktivitas organisasi. Keuangan memanfaatkan informasi yang disediakan oleh system akuntansi untuk membuat kebiijakan membantu organisasi mencapai tujuannya. Secara singkat akuntansi dapat dikatakan bahwa akuntansi adalah proses pengumpulan data yang berkenaan dengan pencatatan dan pelaporan yang akurat, sedang keuangan adalah suatu proses manajerial atau pengambilan keputusan.
2.      Perbedaan keuangan dari ekonomi. Ekonomi berkaitan dengan penganalisaan distribusi dalam sumber daya dalam suatu masyarakat. Mempelajari ekonomi yang melibatkan barang dan jasa dengan atau tanpa melalui pertukaran uang. Perhatian ekonomi banyak diarahkan pada penawaran dan permintaan, biaya dan laba, dan produksi maupun konsumsi. Perkembangan lebih lanjut dari bidang ekonomi banyak berhubungan dengan ilmu social lainnya; seperti sosiologi, ilmu politik, dan psikologi.
Bidang keuangan banyak memanfaatkan hasil kerja para ekonom dan menggunakan berbagai alat perhitungan ekonomi. Diawali dengan teori dan asumsi yang di kembangkan dalam ekonomi mikro dan mencoba menerapkannya untuk menjelaskan kerja dari perusahaan atau bisnis modern. Bidang keuangan meminjam model peramalan dan model lainnya dari ekonomi makro dan mengujikan dengan dibandingkan situasi yang ada untuk meramalkan berbagai tindakan yang mungkin dapat diambil perusahaan. Peramalan keuangan lebih untuk lingkup perusahaan sendiri, sedang peramalan ekonomi lebih luas pada industri dan berbagai aktivitas ekonomi. 
 
D  PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN KEUANGAN
Manajemen keuangan bukan hanya berkutat pada seputar pencatatan akutansi. Dia merupakan bagian penting dari manajemen program  dan tidak boleh dipandang sebagai suatu aktivitas tersendiri yang  menjadi bagian dari pekerjaan orang keuangan.
Ada 7 Prinsip dari manajemen yang harus diperhatikan.
1        Konsistensi (consistency)
Sistem dan kebijakan keuangan dari organisasi harus konsisten dari waktu ke waktu. Ini tidak berarti  bahwa sistem keuangan tidak boleh disesuaikan apabila terjadi perubahan di organisasi. Pendekatan yang tidak konsisten tehadap manajemen keuangan merupakan suatu tanda bahwa manipulasi di pengelolaan keuangan.
2.      Akuntabilitas(accountability)
Akuntabilitas adalah kewajiban ,moral atau hukum, yang melekat pada individu, kelompok atau organisasi. Organisasi harus dapat menjelaskan bagaimana dia menggunakan sumber dayanya dan apa yang telah dia capai sebagai pertanggumg jawaban kepada pemangku kepentingan dan penerima manfaat.
3.      Transparansi (transparancy)
Organisasi harus terbuka berkenaan dengan pekerjaannya,menyediakan informasi berkaitan dengan rencana dan aktivitasnya kepada para pemangku kepentingan. Termasuk didalamnya, menyiapkan laporan keuangan yang akurat, lengkap, dan tepat waktu serta dapat dengan mudah dpat diakses oleh pemangku kepentingan dan penerima manfaat. Apabila organisasi tidak transparan, hal ini mengindikasikan ada sesuatu hal yang disembunyikan.
4.      Kelangsungan hidup (integrity)
Agar keuangan terjaga pengeluaran organisasi ditingkat stratejik maupun operational harus sejalan /disesuaikan dengan dana yang diterima. Kelangsungan hidup atau (viability)merupakan suatu ukuran tingkat keamanan dan keberlanjutan keuangan organisasi.
5.      Integritas (integrty)
Dalam melaksanankan kegiatan operationalnya ,  individu yang terlibat harus mempunyai integritas yang baik. selain itu, laporan dan catatan keuangan harus tetap dijaga integritasnya melalui kelengkapan dan keakuratan pencatatan keuangan.
6.      Pengelolaan (stewardship)
Organisasi harus dapat mengelola dengan baik dana yang telah diperoleh  dan menjamin bahwa dana tersebut digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
7.      Standar akutansi (accounting standarts)
Sistem akuatansi dan keuangan yang diguanakn organisasi harus sesuai dengan prinsip dan standart akutansi yang berlaku umum.
Bidang-bidang keuangan
1.      Keuangan Publik/Negara
2.      Analisis Invesasi dan Surat Berharga
3.      Keuangan internasional
4.      Lembaga/Institusi Keuangan
5.      Manajemen Keuangan
E. AKTIVITAS MANAJEMEN KEUANGAN
Manajemen keuangan berhubungan dengan 3 aktivitas, yaitu :
       Aktivitas penggunaan dana, yaitu aktivitas untuk menginvestasikan dana pada berbagai aktiva. Alokasi dana berbentuk:
        Financial assets (aktiva finansial) yaitu selembar kertas berharga yang mempunyai nilai pasar karena mempunyai hak memperoleh penghasilan, misalnya: saham, sertifikat deposito, atau obligasi.
        Real assets (aktiva riil) yaitu aktiva nyata: tanah, bangunan, peralatan.

       Aktivitas perolehan dana, yaitu aktivitas untuk mendapatkan sumber dana, baik dari sumber dana internal maupun sumber dana eksternal perusahaan

       Aktivitas pengelolaan aktiva, yaitu setelah dana diperoleh dan dialokasikan dalam bentuk aktiva, dana harus dikelola seefisien mungkin.

Keputusan dalam Manajemen Keuangan
1.  Keputusan investasi (Investment decision) 
Keputusan ini meliputi penentuan aktiva riil yang dibutuhkan
untuk dimiliki perusahaan,  
2.  Keputusan pembelanjaan (Financing decision)
Keputusan yang berkaitan dengan bagaimana mendapatkan
dana yang akan digunakan untuk memperoleh aktiva riil yang diperlukan.
3.  Kebijakan deviden (deviden policy)
4.  Keputusan Manajemen Aktiva
Keputusan yang berkaitan dengan pengelolaan/penggunaan
aktiva dengan efisien (biasanya lebih memperhatikan manajemen aktiva lancer(kas, piutang dan sedia)





F. Perbedaan Antara Manajemen Konvensional dan Syariah
Semua orang telah mengetahui bahwa prinsip-prinsip ekonomi pada umumnya dan manajemen pada khususnya selalu mengagungkan perolehan hasil sebesar-besarnya dengan kerja sekecil-kecilya. Prinsip konvensional ini berkembang pesat di dunia barat. Islam tidak menentang prinsip konvensional ini bahkan mendorong prinsip itu. Masalahnya adalah manajemen syariah hanya menambahkan rambu-rambu penerapan prinsip konvensional agar tidak hanya ditujukan untuk memperoleh hasil di dunia saja melainkan harus dibarengi dengan perolehan hasil di akherat. Adanya rambu-rambu ini diharapkan para pelaku ekonomi pada umumnya dan manajemen pada khususnya mempunyai rem yang cukup pakem untuk tidak merugikan orang lain.
Untuk memahami manajemen syariah ini harus terlebih dahulu mengetahui pandangan Islam tentang harta dan dasar-dasar sistem ekonominya. Diterangkan dalam AI-Quran bahwa harta adalah sebuah obyek yang digunakan menguji manusia dan harta juga sebuah sarana untuk melaksanakan taqwa. Selain itu diperingatkan pula bahwa harta dapat membawa mala petaka manusia di akherat nanti bila salah menyikapinya. Ada dua pandangan Islam dalam melihat harta; sebagai suatu hak atau kepemilikan sesama manusia, Islam sangat menghargainya sedang dalam hubungan manusia terhadap tuhannya, manusia tidak mempunyai hak sama sekali.
Bertolak dari dasar-dasar tersebut diatas maka semua yang dilakukan dalam manajemen syariah yang dititik beratkan pada bidang ekonomi tidak akan lepas dari kehati-hatian dalam menyikapi harta. Maka penerapan manajemen syariah secara utuh tidak akan membuat orang saling menindas dalam menjalankan roda perekonomian. Semua orang akan merasa diuntungkan karenanya.
Dalam beberapa hal, bank konvensional dan bank syariah mempunyai persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi computer yang digunakan, syarat-syarat umum pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan, dan sebagainya. Namun, terdapat banyak perbedaan mendasar diantara keduanya. Perbedaan itu menyangkut asfek legal, struktur organisasi, usaha yang dibiayai, dan lingkungan kerja.
a.       Akad dan Asfek Legalitas 
Dalam bank syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrowi, karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum islam. Seringkali nasabah berani melanggar kesepakatan atau perjanjian yang telah dilakukan bila hukum itu hanya berdasarakan hukum positif belaka, tapi tidak demikian bila perjanjian tersebutmemiliki pertanggungjawaban hingga yaumil qiyamah nanti.
Setiap akad dalam perbankan syariah, baik dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun ketentuan lainnya, harus memenuhi ketentuan akad, yaitu
A.Rukun
·         Penjual
·          Pembeli
·         Barang
·         Harga
·         Akad/Ijab-Qabul.


B.Syarat
·         Barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan jasa yang haram menjadi batal demi hukum syariah.
·         Harga barang dan jasa harus jelas.
·         Tempat penyerahan (delivery) harus jelas karena akan berdampak pada biaya transfortasi.
·         Barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam kepemilikan. Tidak boleh menjual sesuatu yang belum dimiliki atau dikuasai seperti yang terjadi pada transaksi short sale dalam pasar modal.
b.      Lembaga Penyelesaian Sengketa
Berbeda dengan perbankan konvensional, pada perbankan syariah jika terdapat perbedaan atau perselisihan antara bank dan nasabahnya, maka kedua belah pihak tidak menyelesaikannya di peradilan negeri, tetapi menyelesaikannya sesuai tata cara dan hukum materi syariah.
Lembaga yang mengatur hukum materi dan atau berdasarkan prinsip syariah di Indonesia dikenal dengan nama Badan Arbitrase Muamalah Indonesia atau BAMUI,yang didirikan secara bersama oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia.
4.      Struktur Organisasi
Bank syariah dapat memiliki stuktur yang sama dengan bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi. Tapi unsur yang amat membedakan bank syariah dan bank konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi operasaional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah.
Dewan Pengawas Syariah biasanya diletakan pada posisi setingkat Dewan Komsaris pada setiap bank. Hal ini untuk menjamin efektivitas dari setiap opini yang diberikan oleh Dewan Pengawas Syariah. Karena itu, biasanya penetapan anggota Dewan Pengawas Syariah dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham, setelah para anggota Dewan  Pengawas Syariah mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional.
d. Bisnis dan Usaha yang Dibiayai
Dalam bank syariah, bisnis dan usaha yang dilaksanakan tidak terlepas dari saringan syariah. Karena itu bank syariah tidak akan mungkin membiayai usaha yang terkandung didalamnya hal-hal yang diharamkan.
Dalam perbankan syariah suatu pembiayaan tidak akan disetujui sebelum dipastikan beberapa hal pokok, diantaranya:
1. Apakah objek pembiayaan halal atau haram?
2. Apakah proyek menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat
3. Apakah proyek berkaitan dengan perbuatan mesum/asusila?
4. Apakah proyek berkaitan dengan perjudian?
5. Apakah usaha itu berkaitan dengan industri senjata yang ilegal atau berorientasi pada pengembanagan senjata pembunuh masal?
6.Apakah proyek dapat merugikan syiar islam, baik secara langsung atau tidak langsung
e. Lingkungan Kerja dan Corporate Culture
Sebuah bank syariah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang sejalan dengan syariah. Dalam hal etika, misalnya sifat amanah dan shiddiq harus melandasi setiap karyawan sehingga tercermin integritas eksekutif muslim yang baik. Disamping itu karyawan bank syariah harus skillful dan professional (fathonah) dan mampu melakukan tugas secara team-work dimana informasi merata diseluruh fungsional organisasi (tablight). Demikian pula dalam hal reward dan punishment, diperlukan prinsip keadilan yang sesuai denga syariah.
Selain itu cara berpakaian dan tingkah laku dari para karyawan merupakan cerminan bahwa mereka bekerja dalam sebuah lembaga keuangan yang membawa nama besar islam, sehingga tidak ada aurat yang terbuka dan tingkah laku yang kasar. Demikian pula dalam menghadapi nasabah, akhlaq harus senantiasa terjaga.
f. Perbandingan antara Bank Syariah dan Konvensional
Perbandingan antara bank syariah dan bank konvensional disajikan dalam tabel berikut[3][8]:

BANK ISLAM
BANK KONVENSIONAL
1.      Melakukan investasi-investasi yang halal saja.
2.      Berdasarkan prinsp bagi hasil, jual beli, atau sewa.
3.      Profit dan falah oriented.
4.      Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan.
5.      Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan Fatwa Dewan Pengawas Syariah
Investasi yang halal dan haram.
Memakai perangkat bunga.
Profit oriented
Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan debitur-kreditur.
Tidak terdapat dewan sejenis.

G. ANALISIS
Manajemen syariah adalah suatu pengelolaan untuk memperoleh hasil optimal yang bemuara pada pencarian keridhaan Allah. Oleh sebab itu maka segala sesuatu langkah yang diambil dalam menjalankan manajemen tersebut harus berdasarkan aturan-aturan Allah. Aturan-aturan itu tertuang dalam Al-Quran, hadis dan beberapa contoh yang dilakukan oleh para sahabat.
 Keuangan adalah bidang fungsional tertentu yang dijumpai dalam penjurusan administrasi bisnis. Istilah keuangan dapat didefinisikan sebagai manajemen aliran uang dalam suatu organisasi, baik organisasi perusahaan, sekolah , bank, rumah sakit, ataupun lembaga pemerintah.keuanagn berkaitan aliaran uang dan juda kewajiban pembayaran.
Perbedaan keuangan dari akuntansi adalah akuntansi berkaitan dengan pelaporan, pencatatan,an pengukuran transaksi bisnis.sistem pembukuan yang diterima umun melalui pencatatan, akuntansi menyediakan data aktivitas organisasi.data bisa jadi merupakan historis, seperti neraca tahun lalu, atau bisa jadi peramalan operasi masa depan.keuangan memamfaatkan informasi yang disediakn sistem akuntansiuantuk membuat kebijakan membantu organisasi mencapai tujuannya. Sinngkatnya dapat dikatakan bahwa akuntansi adalah proses pengumpulan data yang berkenaan dengan pencatatan dan pelaporan yang akurat. Sedang keuangan adalah suatu proeses pengambilan keputusan.
 Sehubungan dengan itu maka isi dari manajemen syariah adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan ilmu manajemen konvensional yang diwarnai dengan aturan Al-Quran, hadis dan beberapa contoh yang dilakukan oleh para sahabat.





BAB III
PENUTUP
A.    SIMPULAN
Setelah menulis  materi pada makalah ini akhirnya penulis berkesimpulan bahwa, manajemen keuangan adalah suatu kegiatan perencanaan, penganggaran, pemeriksaan, pengelolaan, pengendaliaan pencarian dan penyimpanan dana yang dimiliki oleh organisasi atau perusahaan untuk memperoleh sumber modal yang semurah-murahnya dan menggunakan seefektif-efektifnya,seproduktif mungkin untuk menghasilkan laba.
Dalam prakteknya, Manajemen keuangan adakah tindakan yang diambil dalam rangka menjaga kesehatan keuangan organisasi/perusahaan. Untuk itu dalam membangun sistem manajemen keuangan yang baik perulah kita untuk mengindentifikasi prinsip-prinsip manajemen keuangan yang baik.
B.     SARAN
Bersama-sama kita tingkatkan giat belajar untuk mendapat ilmu pengetahuaan yang luas, agar kelak nantinya kita dapat berguna bagi diri kita sendiri dan orang banyak.






Daftar pustaka
·         Suad husnan dan Enny pudjiastuti, Dasar-dasar Manajemen keuangan, 1998 Yogyakarta. UPP AMP YKPN
·         Farah margaretha, Manajemen keuangan, 2001 Yogyakarta. ANDI
·         Drs.R.Agus sartono, M.B.A, Manajemen keuangan edisi 3, 1994 Yogyakarta. PT. BPFE
·         Ernie tisnawati sule, Pengantar manajemen, 2005 Jakarta. PT. Prenada media
·         http://akutansi-akuntansimnj.blogspot.com/2012/10/manajemen-keuangan.html






[1] Husnan suad dkk, Dasar-dasar manajemen, UPF AMP YKPN, Yogyakarta : 1998
[2] Margaretha farah, Manajemen keuangan, ANDI, Yogyakarta: 2001